Ehmm… selamat sore. Hujan baru saja berhenti. Entah kapan akan turun lagi. Malam ini mungkin. Entahlah. Biar saja. Mungkin ia sedang rinfu pada keramahan jemari bumi.
Cuma ada tembakau. Kopi tak ada. Gak apa apa. Toh sama saja. Bahagia bersedia hadir di antara saya dan tut keyboard yang sedang saya gelitiki.
Baru saja saya iseng buka buka folder koleksi musik saya. Ternyata ada beberapa lagu yang udah lama ada di sana, tapi saya belum sekalipun dengarkan. Untuk kali ini lagu lagunya Mayday Parade yang terangkum dalam album Ep-nya. Valdosta.
Satu lagu yang menarik. Judulnya Your Song. Menarik kenapa? dengan lagu ini saya semakin yakin. Bahwa lirik dan musik sangat berkaitan. Ibarat manusia, lirik adalah tubuhnya, dan musik adalah irama nafas yang menghidupinya. Jiwanya lah kurang lebih mah.
Saya bukan orang musik. Bukan juga dari background pendidikan soal musik. Saya Cuma mendengar musik. Itu aja.
Musik udah jadi salah satu konsumsi yang utama buat orang orang sekarang. Itu terbukti. Di mana mana ada musik. Di setiap acara ada musik. Di hape setiap orang pun pasti ada musik. Seperti apa musiknya, sesuai selera masing masing lah. Setiap waktu pun, orang pasti menyempatkan dirinya mendengar musik. Dalam hal ini sebutlah lagu. Karena lagu di dalamnya ada musik. Ada juga lirik.
Beberapa orang mendengarkan lagu bisa jadi hanya menikmati musiknya. Tanpa sedikitpun peduli dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan pembuatnya. Beberapa orang pun lebih dari sekadar menikmati musiknya. Orang orang seperti ini tidak sembarangan mendengarkan lagu dan musik. Beberapa lagu sudah menjadi soundtrack hidupnya. Begitulah kurang lebih.
Ia mendengar dan merasakan. Mendengarkan liriknya, musiknya, dan merasakan peristiwa dan emosi yang sebenarnya terangkum dalam lagu itu. Betapa hebat orang orang ini. bisa menghidupi peristiwa yang sebenarnya tak ada. Atau, ia memang pernah merasakan kejadian yang diceritakan lagu itu. Jadi ia lebih mudah untuk menyelam ibaratnya mah, ke dalam peristiwa lagu tersebut.
Hanya orang orang dengan kondisi kejiwaan khusus yang bisa larut dan merasakan dengan berlebih sebuah lagu. Beberapa bilang, “lebay”. Biarin aja, gapapa, dibilang lebay kan nggak merugikan, ya.
Selain pendengar dengan kondisi khusus begini yang bisa menghidupi peristiwa dalam sebuah lagu. Yang lebih gila lagi adalah musisi yang mencipta lagunya. Bagaimana ia bisa memasukkan emosi, suasana, sekaligus peristiwa dalam sebuah musik dan lirik.
Saya rasa cuma musisi yang benar benar mencurahkan emosi dan passionnya dalam sebuah lagu yang bisa menciptakan segalanya itu. Bukan musisi yang Cuma mengejar materi, lalu bikin lagu buat dijual ke sana sini.
Bagaimana tidak, mana ada musisi yang tidak kenal dengan emosi bisa mencipta lagu yang asyik. Nggak akan ada. Dalam pembuatan lirik aja, kalau ada emosi di sana, pasti lebih kerasa. Dalam pemilihan katanya, misalnya. Kalau udah melibatkan emosi, ditambah perbendaharaan kata yang saik, itu lirik pasti ciamik.
Belum lagi pembuatan musik. Cuma musisi yang mengenal karakteristik emosi yang bisa bikin musik yang ciamik. Kenapa saya bisa bilang gitu? Gini. Menurut saya. Setiap musik punya karakteristiknya sendiri. Suara yang dihasilkan tiap alat musik kan berbeda. Terus cara kita memainkannya juga berbeda. Dari satu alat musik aja, ada banyak cara memainkannya. Misalnya, gitar. Ada yang maininnya dengan dipetik, ada yang digenjreng. Dipetik dengan pelan, dipetik dengan cepet, digenjreng dengan pelan, digenjreng dengan membabi buta. Banyak kan. Apalagi yang lainnya.
Nah. Untuk musisi yang ciamik. Menurut saya, pasti doi udah paham banget dengan semuanya. Bukan masalah pengetahuan musiknya aja di sini. Tapi matang secara emosi juga termasuk. Kenapa? soalnya musisi yang bikin lagu pake emosinya, melibatkan emosinya maksud saya. Bakal tahu. Ini lagu tentang apa, musiknya harus gimana, temponya harus gimana, melodinya harus gimana. Terus kalau mau menghasilkan suara begini caranya harus gimana, untuk lagu begini haru begini atau gimana. Terakhir. Masuk nggak sama emosinya? Karena doi di sini bikin lagu yang sesuai sama emosinya, dengan sendirinya doi bakal tau. Cocok nggak ya? Masuk nggak ya? Kalau musik udah sesuai sama hati dan emosi. Nicaya lirik sebenernya nggak usah dipakai lagi. Tapi untuk memperjelas maksud ya lirik tetep harus dilibatkan. Karena nanti jiwanya bisa terbang ke mana mana kalau nggak punya raga. Kan saya bilang tadi, lirik itu raganya, musik itu jiwanya.
Bagi saya, lagu yang bagus itu bukan tentang seberapa banyak pengetahuan tentang musik yang terangkum di dalamnya. Tapi seberapa jauh raga dan jiwanya menyatu di sana. Nggak perlu teknik yang ciamik untuk bikin lagu. Tapi itu juga nggak bisa dianggap remeh. Teknik itu dibutuhkan untuk bikin musiknya nggak mlencang mlencong bunyinya.
Ah! Pokoknya mah sebuah lagu yang bagus itu, merangkum segala aspek fisik maupun nonfisik. Karena aspek nonfisik itu yang bakal bilang lagu ini enak atau nggak. Karena teknik Cuma akan menilai chord ini benar atau tidak, teknik ini bagus atau nggak. Toh akhirnya lagu itu yang banyak didengar kan oleh para penikmat. Bukan akademisi.
Saya nulis ini pun sambil diiringi satu lagu yang sama. Saya putar berkali kali. Asyik sih. Judulnya Terrible Things, dari Mayday Parade.
Sambil nulis ini pun saya coba membayangkan bagaimana peristiwa yang digambarkan musisinya. Dan itu proses yang asyik. Maklum saya kan seorang imajinator. Hidup dengan imajinasinya sendiri.
Udah ya. Nanti disambung lagi. Kalau sudah ada kopi. Ciaaaooo! (*)
No comments:
Post a Comment