*) Review Perjalanan ke Bukit Telettubies
Wisata alam menjadi semacam kebutuhan yang kapan saja bisa dipenuhi. Gunung, bebukitan, pantai, air terjun, dan wisata alam lainnya bisa menjadi pilihan. Beberapa daerah di Indonesia banyak yang menawarkan keindahan wisata alam tersebut. Salah satunya Banten. Di Banten, ada pemukiman suku Baduy yang sejarahnya sangat erat dengan provinsi yang sudah berdiri selama 15 tahun lebih ini. Selain mata dimanjakan oleh jejeran pohon hijau dan air jernih mengalir, di Kanekes sana, wisatawan dapat menggali pada kedalaman relung jiwa tentang Baduy yang terdiri atas dua suku, yakni suku Baduy Dalam dan Baduy Luar. Dari kota Serang, wisatawan dapat menempuh perjalanan kurang lebih 2 sampai 3 jam untuk menginjakkan kaki di sana, tepatnya di kampung Ciboleger-Lebak. Keberadaan Baduy sudah sejak lama diketahui wisatawan, baik wisatawan dalam Banten maupun luar Banten, bahkan mancanegara.
Jika perjalanan ke Baduy dirasa sangat “berat” dan membutuhkan persiapan yang lumayan matang, Banten masih memiliki destinasi lain yang cukup “ringan” untuk di tempuh. Apalagi untuk teman-teman yang berada di Serang dan sekitarnya. Namanya bukit Teletubbies. Perjalanan ke bukit mini itu tidak memerlukan persiapan serepot ketika akan menjajaki wisata alam lainnya. Untuk mengenal wisata “ringan” ini, saya akan mereview perjalanan saya dan tiga teman saya pada tanggal 3 Januari 2016 lalu.
Bukit Teletubbies
Belakangan ini, bukit Teletubbies sedang ramai menjadi perbincangan dan rencana destinasi “ringan”. Letaknya yang tidak jauh dari wisata pantai Kelapa Tujuh, Merak-Banten, membuat bukit ini sangat mudah ditemui. Jarak tempuh yang tidak terlalu memakan banyak waktu—hanya sekitar setengah jam dari tempat parkir, juga menjadi pilihan untuk teman-teman di sekitaran Cilegon atau Serang untuk sekadar mencari ketenangan atau berselfi ria di atas bukit. Selain itu, wisatawan tidak perlu membayar tiket masuk, cukup memberikan uang parkir saja kepada ibu Asminah. Perjalanannya tidak begitu curam, namun tetap harus berhati-hati karena banyak batu-batu kecil dan ranting kering yang lumayan sakit jika terkena kulit. Tapi serunya, destinasi ke bukit Teletubbies ini tidak memerlukan tenaga ekstra, bisa dilakukan sesekali santai sambil menikmati angin segar yang terbawa dari laut Merak yang terlihat dari atas bukit. Di sana juga cukup nyaman untuk merebahkan diri sambil membaca buku, misalnya. Banyak aktivitas ringan yang bisa dilakukan di atas bukit. Dan untuk mendukung aktivitas-aktivitas itu, harus juga diperhatikan soal pakaian. Gunakanlah pakaian senyaman mungkin, agar gerak tidak terbatas. Selain dari yang saya paparkan, nama bukit yang unik juga bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan banyak hal di sana.
Bicara tentang nama bukit itu, kita pasti akan teringat pada serial kartun yang ada di awal tahun 90-an. Serial Teletubbies! Serial kartun dengan 4 tokoh yang konon saya baca dari beberapa artikel adalah merupakan representasi orang-orang Barat mengenai suatu kelompok minoritas yang biasa disebut The Others (http://then2sd.blogspot.co.id/2014/06/cerita-sesungguhnya-di-balik-kartun-dan.html). Sempat booming serial kartun ini hanya memengaruhi anak-anak terhadap kaum minoritas tersebut lewat simbol yang dikenakan atau dilekatkan pada keempat tokohnya. Salah satu simbol yang mencuat adalah dari atas kepala empat tokoh Teletubbies (Tinky Winky, Dipsy, Lala, dan Po). Tinky winky dengan segitiga terbaliknya yang merepresentasikan kaum Gay. Dipsy dengan topi serta antena panjangnya yang digambarkan sebagai kelamin pria yang juga mudah untuk dilepas pakai. Simbol ini menandakan kejantanan kaum maskulin. Lala dengan simbol lambda di atas kepalanya menandakan bahwa ini adalah gambaran tentang kaum lesbi. Di mata orang-orang Barat, kaum lesbi merupakan wanita yang memiliki sikap jantan, maka jelas sekali dalam serial Teletubbies, Lala selalu membawa barang favoritnya yang berupa bola berwarna oranye. Bola itu sendiri menggambarkan kejantanan kaum lesbi. Sedangkan tokoh Po, sengaja diciptakan untuk menggambarkan orang-orang Asia semacam Cina, Jepang, yang sangat pesat di bidang mobilisasi dan komersial semata dengan simbol skuter yang dibawanya setiap saat.
Terlepas dari kontroversi simbol-simbol tersebut, bukit di Suralaya Merak itu dinamai bukit Teletubbies mungkin karena dilihat dari bentuk dan rumput-rumput hijau yang tumbuh di sana sedikit mirip dengan bukit yang ditinggali keempat tokoh dalam serial Teletubbies. Dari beberapa versi lain, bukit di Suralaya itu dulunya dinamai bukit Kembang Kuning. Kembang Kuning itu sendiri adalah kampung kecil yang berada di kaki bukit. Namun menurut Ibu Minah—penjual makanan dan minuman yang halaman rumahnya dijadikan lahan parkir motor para wisatawan, di bawah kaki bukit mini itu juga terdapat kampung kecil lainnya yang bernama kampung Kebon Kopi. Tidak secara mendalam, ibu setengah baya itu menjelaskan tentang Kebon Kopi.
“Awas hati-hati, nyasar. Ada banyak jalur di atas. Jangan sampe turun ke Kebon Kopi!”
“Hah, kebon kopi?” Saya keheranan.
“Ya itu, kampung Kebon Kopi di bawah sebelah sana.”
Ketika ibu Minah berkata itu, pikiran saya melayang ke kedai-kedai kopi yang saat ini banyak menjamur di kota Serang. Indera penciuman saya tiba-tiba menghirup aroma kopi Robusta dan Arabika yang ternyata hanyalah halusinasi. Di depan saya saat itu hanya ada air mineral dan biskuit. Ternyata selain ada kampung Kembang Kuning dan pabrik-pabrik yang menjulang tinggi di Suralaya, serta hamparan laut yang begitu luas, di kaki bukit yang indah itu ada perkampungan bernama unik yang harus saya telusuri di lain waktu. Mungkin di sana, ada berhektar-hektar kebun yang ditanami kopi Nusantara yang belum terjamah. (*)
min numpang nanya, kalau dari serang ke bukit teletubbies ambil arah kemana ya kalau bawa motor. perjalanan kira2 berapa lama.
ReplyDeletemakasih