Oleh Tria Putra Kurnia
Siapa menghidupi siapa? Hayoooo?
Seperti malam ini. kayaknya sih kopi dan rokok menghidupi suasana malam. Tapi, gimana kalau dibalik? Suasana malam ternyata bisa lebih menghidupi satu gelas kopi dan beberapa batang rokok? Bisa aja kan? Bisa lah ya.
Kita bisa bernafas dan akhirnya hidup karena adanya udara. Tapi gimana kalau dibalik lagi? Udara menjadi hidup dan berguna karena kita hidup dan kita gunakan untuk bernafas. Bisa aja kan?
Ternyata kalau dipikir-pikir lagi, semuanya mungkin. Ya mungkin aja. Kenapa nggak?
Ah… untung ada kopi dan beberapa batang rokok. Saya jadi nggak bingung sendirian. Rokok dan kopi bisa aja ikutan bingung. Tapi kayaknya nggak, deh. Mereka sih asik-asik aja. Itu buktinya, mereka diam aja di tempatnya. Nggak pergi ke mana-mana. Nggak protes apa-apa. Coba bayangin kalau mereka protes karena saya ajak berbingung-bingung ria. Bisa aja rokok tiba-tiba habis. Kopi tiba-tiba tumpah sendiri. Karena kesal tentunya, saya ajak bingung.
Saya inget. Beberapa waktu lalu sempat baca buku yang di sampulnya ada tulisan “jangan dibaca”. Kurang lebih sih begitu. Menarik isinya. Lupa persisnya gimana. Tapi saya inget sih dikit-dikit. Kamu kayaknya nggak inget, deh. Kan kamu nggak ikutan baca. Isinya kurang lebihnya sih tentang ide. Ide apa itu, nggak tahu lah. Intinya sih kayaknya tentang manusia sebagai kendaraan ide untuk berkembang biak. Manusia merasa sebagai orang yang melahirkan ide. Tapi kayaknya, manusia Cuma sebagai kendaraan ide untuk berkembang dan menyebar. Uh… kasihan manusia. Jadi sebenarnya siapa menghidupi siapa nih?
Beberapa bilang begini “wih musisinya bikin lagu itu hebat ya”. Tapi bisa aja ide tentang lagu yang bagus itu udah ada sebelumnya. Ide itu memaksa otak menusia bergerak sesuai keinginannya untuk menciptakan ide yang menjelma sebagai musik yang bagus untuk membuatnya menjadi kembali nyata. Kenapa saya bilang kembali? Soalnya ide itu sebenarnya udah ada lebih dahulu dari manusia. Menurut saya sih gitu. Kayaknya bukan menurut saya. Tapi ini adalah kehendak ide yang menyebar dari lembar buku yang saya baca. Akhirnya saya bisa berpikir begitu. Laah… bahaya ini. saya jadi kendaraan ide-ide.
Wah… ide-ide dengan pasukannya, sepertinya mulai mengancam manusia. Dia bersekutu dengan manusia-manusia lainnya bersiap menyerang kita. Akhirnya kita dijadikannya budak. Ngeriiii…..
Tapi tenang. Biar aja ide-ide menyebar dan merayap di sekeliling kita. Toh kita masih punya berbagai alat untuk menangkalnya. Menangkal yang buruk tentunya. Ada hati juga logika. Yang matang karena berbagai peristiwa. Kondisikan saja keduanya bersatu. Agar kita bisa memilah dan memilih yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.
Ide telah hidup lebih lama dari kita. Entah siapa yang melahirkan. Rahimnya pastilah kuat untuk melahirkan makhluk bernama ide itu. Kita sebagai manusia yang lahir belakangan, akhirnya Cuma bisa manggut-manggut dan geleng-geleng sebagai tanda setuju atau tidak. Karena kita tahu mana yang baik, mana yang buruk.
Eh nanti dulu… sebenarnya siapa yang lahir duluan? Manusia atau ide? Kalau ide tentang manusia nggak ada, pastilah manusia nggak ada. Pun begitu jika ide lahir lebih dahulu tapi nggak ada manusia yang menjadi kendaraannya, ide itu bakal jadi apa?
Waduh. Jadi sebenarnya siapa menghidupi siapa nih?
Bingung kan? Bagus lah. Saya berhasil mengajak anda bingung jadinya. Jadi saya nggak bingung sendirian. duh, maaf. (*)
No comments:
Post a Comment