Perihal Cinta dan Naif yang Berlebih

Tembakau dan kopi, kali ini beraroma kenaifan. Sebelum rokok, dan kopi ini habis. Mari menulis sedikit saja.
       Kenaifan, kepolosan, kebodohan, sepertinya nggak jauh berbeda. Pembedanya hanya bagaimana kamu menjalaninya. Jika dengan rasa suka, menjelmalah ia menjadi ketulusan. Seperti percaya akan adanya Tuhan. Bukankah kita begitu naif begitu saja percaya kepada yang tak berwujud? Tapi jika berangkat dari rasa percaya dan suka, ia menjelma menjadi ketulusan yang tak berbatas. Itu semua karena kamu percaya. Betapa hebatnya kekuatan dari rasa percaya.
      Jika kamu mulai naif, seribu pendapat akan berkeliaran di sekitarmu. Ribuan pasang mata akan bicara dengan caranya memandang, beribu pasang telinga akan bersikap dengan beragam caranya mendengarkan, dan beribu pasang tangan akan menyentuhmu dengan berbagai keadaan. Dan kamu harus siap dengan segala resikonya. Tapi, sepertinya semua tak lagi berarti untukmu. Jika kamu sudah percaya dengan mimpi-mimpimu, percaya pada sesuatu yang sebenarnya tak ada, percaya pada cinta pada pandangan pertama. Duh!
    Geser dikit yuk ke arah cinta. Cinta pada pandangan pertama. Intinya sih saya memang mau nulis tentang ini. Kamu masih percaya? Beruntunglah kalau kamu masih percaya.
    Oke. Cinta, apa itu cinta? Seribu lidah akan bicara dengan deskripsinya masing-masing. Jangan kamu setuju dengan satupun deskripsinya. Carilah sendiri artinya. Beruntunglah kalau memang masih bisa ditemukan. Saya saja punya deskripsinya sendiri. Sssttt! Ini rahasia pribadi.
     Cinta pada pandangan pertama, sepertinya erat kaitannya dengan kenaifan. Beberapa akan bilang bahwa kamu naif, jika percaya pada cinta pada pandangan pertama. Tapi apa salahnya? Jika memang yang kamu rasakan itu begitu, kenapa nggak kamu jalani saja? Percaya saja. Toh nggak ada ruginya. Saya percaya adanya alien, apakah jika alien itu nggak ada, saya rugi? Nggak, kan?
       Biar saja mereka bilang kamu naif, biar saja mereka bilang kamu aneh, bodoh, dan sebagainya. Kamu nggak perlu lagi mendengar apa yang mereka katakan. Karena kamu yang merasakan. Bukan mereka. Dan jika memang pada akhirnya itu tak berujung pada cinta yang kamu ingin, kamu nggak perlu sedih. Ada cinta lain yang menunggu untuk ditemukan. Pada pandangan pertama, entah yang keberapa kalinya. Tapi cinta tetaplah cinta, jangan ubah menjadi benci karena tak sesuai keinginanmu.
       Lalu, seperti saya bilang tadi, beruntunglah yang masih bisa percaya pada cinta pada pandangan pertama. Kenapa? Karena mereka berarti masih memelihara nilai-nilai yang memang seharusnya tumbuh pada hati manusia. Rasa kasih sayang yang masih murni. Jauh dari pretensi material. Jika segala hal yang material mulai memenuhi hati, bukan hanya otakmu, sepertinya hidupmu sia-sia. Kosong tanpa sedikitpun luapan rasa. Berputar dalam lingkaran setan yang nggak akan membawamu ke mana-mana. Ketika mulai menyentuh cinta, otakmu membenturkannya dengan tembok logika. Sungguh terlalu.
     Nikmati saja. Cinta kelak menyapamu dengan segala bentuk dan rupa. Tapi, sepertinya kita sudah lupa bagaimana hidup dengan cara yang sederhana. Kita mulai mengisi hatinya dengan ukuran dimensi yang nyata. Sedangkan hati tak pernah sekalipun melihat bentuk meja, kursi, air, serta udara. Tapi hati bisa menembus batas semuanya menuju hakikatnya.
     Hati kita sepertinya sudah dikotori oleh remah-remah yang tak perlu. Mengapa nggak kamu biarkan saja hati berlaku dengan caranya? Kenapa harus kamu benturkan rasa dengan logika? Padahal cinta akan menjadi amat sederhana jika hati kamu biarkan menentukan jalannya sendiri. Berlakulah seperti anak-anak yang pintar sekali mengutarakan keinginannya tanpa beban apa pun. Sepertinya, itulah cara berbahagia dan berkawan dengan cinta.
      Jangan karena kamu terjatuh, lalu kamu enggan lagi untuk berdiri. Kamu harus ingat, bahwa kamu terlahir di dunia juga dengan cinta. Kedua orang tuamu melahirkanmu dengan cinta. Tuhan menitipkan sekeping cintaNya pada hatimu. Jika tidak dengan cinta, akan jadi apa peradaban manusia? Nggak akan ada Taj Mahal, nggak akan ada Candi Borobudur, nggak akan ada kita! Tuhan pun masih eksis pada diri manusia karena cinta! Manusia yang menjadikan Tuhan sebagai kekasihnya.
     Manusia yang sudah sampai tempat tertinggi dalam mencintai, akan segera mati. Ia tak perlu lagi hidup dalam hiruk pikuk keramaian yang membingungkan. Meski ia hidup di antara kita, pikirannya telah jauh menembus batas otak manusia. Ia menyetubuhi kekasihnya meski dalam jarak yang membentang, memisahkan. Ia bisa orgasme tanpa bersetubuh secara fisik. Ia membentuk rupa kekasihnya, menjadi nyata dalam kekosongan. Menemukan keramaian dalam sepi yang mengikat dan menenggelamkan. Ia akan tetap mencintai meski tahu itu akan membawanya langsung menuju kuku-kuku tajam sang maut.
    Sungguh, jika memang kita mulai menempatkan cinta dalam hati masing-masing, nggak akan ada lagi saling sikut, pukul, atau beribu bentuk kejahatan yang lainnya. Marilah mulai berkawan lagi dengan cinta. Memenuhi segala sisi kehidupan dengan cinta.
    Kopiku habis. Rokok juga. Jadi sudah lah ya. Kita bertemu di tulisan sembaranganku selanjutnya.

Unknown

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment