![]() |
Dok. pribadi: Tria Putra Kurnia |
Oleh Tria Putra Kurnia
Persis saat laporan ini dibuat, di luar jendela hujan sedang turun. Hujannya begitu lucu. Lho kok bisa? Iya, hujan siang ini lucu. Deras, tapi tipis. Menyentuh, bukan
menghantam. Angin, yang meniup perlahan, membawa percikan hujan
menelusup melalui celah-celah lubang angin
Oh iya, kalau di luar jendela hujan sedang turun dengan lucunya, ada saya di bawah jendela: menikmati suasana hujan dan
percikannya yang jatuh sedikit ke pemukaan kulit, juga jatuh ke dalam
gelas kopi yang kedua. Mungkin nanti ada rasa yang lain ketika saya
minum kopi ini. Biarlah, semakin kaya rasanya. Untung saja percikan hujan
tak sampai mengenai dua batang tembakau rasa lokal yang saya punya.
Mungkin hujan tahu, hari ini saya tak lagi punya uang untuk membeli
batang tembakau, jika ia jatuh dan membasahinya.
Lalu, kenapa harus kopi dan tembakau? Kenapa tidak bir dan cokelat,
misalnya? Karena saya suka kopi, dan tembakau. Kenapa tidak bir? Karena
saya tak punya uang lebih. Hahaha. Siapa pula yang akan menolak jika
ditawari sekaleng bir? Mungkin hanya orang yang tak suka, dengan
bermacam alasan, yang akan menolaknya.
Kopi hari ini adalah kopi instan yang saya beli di warung Wak Mur.
Seribu harganya. Saya beli dua. Lalu empat batang tembakau lokal yang
juga seribu harga per batangnya. Maunya sih beli satu bungkus, tapi uang tak cukup. Pengennya sih ngutang. Tapi nggak enak sama Wak Mur. Siapa Wak Mur? Wak Mur itu istrinya Wak Abas yang punya warung kecil-kecilan. Warung terdekat dari tempat saya biasa beli tembakau dan kopi.
Oke, mari kita bicarakan kopi hari ini. Kopi hari ini punya rasa yang
sedikit berbeda dari yang biasa saya nikmati. Biasanya saya meminum
segelas kopi hitam dengan sedikit gula. Tapi untuk hari ini, kopinya memiliki sedikit rasa cokelat. Tertulis jelas di bungkusnya Chokopucino. Sengaja
saya tulis salah hurufnya supaya tidak bermaksud mengiklankan. Toh
saya tidak dibayar untuk menulis ini. Mereknya kalau diartikan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi “Hari Bagus”. Kopi murah yang sedikit ada rasa
anak muda di dalamnya. Biasanya, saya memilih minum kopi rasa orang tua.
Kopi hitam. Rasa manisnya pas di mulut. Cokelatnya tidak terlalu pekat, kopinya juga tipis banget rasanya. Biarlah, namanya juga kopi seribu.
Lain lagi kalau saya beli di kedai kopi berkelas. Pasti mahal, tapi saya
belum tentu suka rasanya. Produsen kopi “Hari Bagus” ini juga kalau tidak salah, punya produk kopi beraroma vanila. Enak aromanya. Tapi rasanya sih
biasa saja. Saya sangat suka vanilla. Kalau ada perempuan yang memakai parfum
vanilla, mungkin saya akan mengikutinya sampai ke rumah. Hahaha.
Ada tembakau ada kopi. Karena memang keduanya adalah jodoh yang tak
kenal pengadilan agama untuk bercerai. Bagi saya, lho. Untuk orang lain, sih, saya nggak tahu.
Oh iya, saat saya mulai nulis tentang tembakau ini, hujan nggak lucu lagi. Ia sedikit bermuka masam. Huh! Untuk urusan tembakau, saya termasuk orang yang menikmati apa saja mereknya. Asalkan ada. Tapi kalau ada rejeki, sih,
saya punya pilihan sendiri. Salah satunya yang saya nikmati sambil
menulis kali ini. Tembakau lokal produksi daerah jawa sana, bermerek
Gudang Garam Filter. Ada satu lagi sahabatnya, satu pabrik juga, tapi
dengan merek yang berbeda. Saya samarkan saja menjadi “Matahari”.
Keduanya cocok di mulut saya. Padahal dulu. Saya adalah penikmat segala
merek rokok. Sampai sekarang juga. Mulai dari rokok selera anak-anak
muda, sampai rokok berharga sangat ekonomis yang biasa dinikmati para
supir angkot dan lain-lainnya. Tapi rokok pilihan saya kali ini, punya
rasa yang berbeda dari yang lainnya. Ada rasa gurih saat mulai
menghisapnya. Dan entah mengapa, untuk kali ini, saya setia untuk waktu
yang lama.
Ah! Saya lupa bilang. Sambil merokok dan minum kopi, juga menikmati
hujan siang ini, saya ditemani sebuah lagu yang saya putar
berulang-ulang miliknya The Morning After. Band asal Malang, judulnya
Quatro. Enak sekali. Rokok, kopi, hujan dan Quatro-nya The morning
After membangun suasanya nyaman dan bahagia dalam kamar yang entah saya
tak tahu ukurannya berapa, karena saya lupa mengukurnya.
Dan ternyata bahagia bagi saya sesederhana ini. Bagimu? Semoga tak
jauh berbeda. Supaya tak harus keluar banyak uang untuk bahagia.
Batang terakhir sudah seperempat saya nikmati, sementara kopi tinggal sedikit lagi. Hujan masih turun sedikit di luar jendela. Setelah ini, mungkin saya akan lanjut membaca buku yang saya pinjam
dari teman saya yang kelihatannya selalu bahagia. Kalau mau tahu siapa
dia, ketik saja; @petool_ di kolom pencarian Twitter. Nanti juga ketemu, dan silakan ngobrol dengannya.
Terima kasih Tuhan, atas kesempatan hidup dan mengisi kehidupan hari
ini. Dan terima kasih mas @petool_ untuk pinjaman bukunya. Hari libur
saya jadi mengasyikkan.
Ciaoo~ Sampai jumpa di kesempatan lainnya. Semoga kau bahagia. [*]
Sumber: triaputrakurnia.wordpress.com
Menarik :)))
ReplyDelete